OPINI - Di dalam karya Stephen R Covey yang berjudul Principle Centered Leadership, tertulis integrity is doing what we say will do, bahwa integritas seorang pemimpin adalah satunya kata dan perbuatan sebab tanpa itu, akan terjadi disconnected electoral atau putusnya relasi antara pemimpin dan rakyat.
Pararel dengan teori di atas, menurut terminologi Islam, seorang pemimpin harus memiliki empat hal di dalam dirinya: sidiq, amanah, tabligh, fatanah yang sepertinya hingga memasuki 1 tahun masa kerja Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Blitar belum kita lihat bahwa pemimpin yang dulu pernah kita pilih menunjukkan taji.
Baca juga:
Songkok dan Jubah Datuk Karaeng Pattas
|
Alat ukur yang bisa kita gunakan untuk menilai kinerja sebuah pemerintahan adalah janji politik di masa kampanye. Secara verbatim saya kutip kalimat Cabup dan Cawabup saat itu yang mengatakan akan menjadikan Kabupaten Blitar sebagai daerah baldatun toyyibatun warrobbun ghofur.
Kemudian disintesiskan kedalam agenda prioritas yang bernama Panca Bhakti: jaminan pendidikan masyarakat desa, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, pelayanan publik berbasis e-governance, pengembangan potensi ekonomi daerah, dan pesona Blitar raya.
Lebih konkret di dalam misi pemerintahannya nanti, keduanya berjanji akan meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat Blitar berlandaskan iman dan takwa dengan kearifan lokal budaya. Meningkatkan taraf hidup masyarakat Blitar yang memiliki mutu dan nilai kompetensi tinggi, dengan mengoptimalkann potensi generasi muda Kabupaten Blitar.
Pengoptimalan kinerja pemerintah yang akuntabel, inovatif dan berintegritas. Percepatan dan pemerataan pembangunan yang adil dan merata melalui pengembangan potensi ekonomi daerah dengan mengedepankan pemberdayaan masyarakat dan kelestarian lingkungan.
Pret!
Silakan tengok kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah pada Kamis, 24 Februari 2022 di Pendopo Sasana Adi Praja yang bertajuk doa bersama dan tasyakuran atas satu tahun pengabdian keduanya dengan sebuah pertanyaan: apa yang perlu kita syukuri (baca: tanyakuran) dari kepemimpinan mereka yang tak membawa perubahan sama sekali pada Kabupaten Blitar?
Baca juga:
Bahtsul Masail dan Kiai Zaini Mun'im
|
Begini alasannya.
Pertama, lesunya geliat ekonomi karena turunnya harga telur setahun belakangan yang membuat para peternak ayam petelur mengalami kerugian besar.
Kedua, banyaknya jalan yang rusak karena dilewati truk bermuatan maksimal bahkan melebihi kapasitas pabrikan dan terkesan ada pembiaran.
Ketiga, ketidak pedulian terhadap kegiatan penambangan pasir ilegal yang membuat rusaknya alam sekitar.
Keempat, pembalakan liar pada hutan-hutan yang menjadi penyangga keseimbangan ekosistem Kabupaten Blitar.
Kelima, belum disiapkannya ekses dari pembangunan jalan tol dan lokasi pariwisata yang sedang digarap yang nantinya akan mendatangkan para ivestor dari luar yang berdampak pada struktur sosial masyarakat.
Keenam, masyarakat Blitar Selatan yang merasa daerahnya tidak tersentuh oleh pembangunan.
Baca juga:
Sang Pengayom Telah Pergi
|
Ketujuh, isu jual-beli jabatan hingga buruknya penataan birokrasi pemerintah.
Kedelapan, kegiatan dewan kesenian yang hampir tidak terdengar.
Kesembilan, literasi yang kurang mendapat perhatian dan lain-lain-di mana semua keluhan itu disampaikan oleh para peserta yang hadir di dalam acara satu tahun pengabdian pemerintah periode 2021-2026.
“Semua keluhan akan kami tampung. Kalau perlu, japri langsung ke nomor WA saya.” Selalu begitu jawaban Wabup setiap kali menanggapi pertanyaan para peserta yang hadir-seperti orang dari dunia antah berantah yang tidak tahu menahu persoalan yang tengah dihadapi.
Yang lebih menggelikan lagi, orang nomor satu, Bupati, yang seharusnya menjadi fungsi yang paling bertanggung jawab pada acara refleksi satu tahun pemerintahannya tidak hadir dalam acara tersebut yang memberi kesan sedang menghindari masyarakat yang ingin menagih janjinya.
Di tengah situasi yang mengenaskan itu untungnya ada hal yang cukup menggembirakan saya ketika pemerintah mengucapkan kalimat bahwa mereka adalah pelayan dan masyarakat adalah tuan yang harus dilayani.
Hal ini sejurus dengan pikiran John Locke dan Jean Jacue Rousseau pasca Revolusi Perancis tentang adanya kesadaran kesetaran antara kawula dan gusti sebagaimana yang dikatakan oleh konstitusi kita bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat; maka meminjam istilah pemerintah Kabupaten Blitar, sebagai tuan, saya ingin mempertanyakan integritas pemerintah hari ini melalui matriks program aksi mereka yang tak kunjung bergerak di satu tahun masa pengabdiannya.
Seharusnya dengan perangkat kekuasaan yang begitu besar hingga dapat menjangkau setiap jengkal tanah yang ada di Kabupaten Blitar, satu tahun bukanlah masa yang sebentar. Dan dengan argumentasi yang sama pula saya ingin mengingatkan agar pemerintah amanah dalam mengemban jabatannya karena kaffarat an-nazr kaffarat al-yamin, janji adalah utang yang musti dibayar.
Oleh: Fajar SH
Pegiat Literasi Blitar dan Ketua Bidang Komunikasi Publik PPI (Perhimpunan Pergerakan Indonesia) Pimcab Kabupaten Blitar
Baca juga:
Realita dan Ambisi G-20 di Perubahan Iklim
|